Senin, 07 Januari 2008

Al-Baqillani dan Penyimpangan Aliran-aliran dalam Islam

Kajian Kitab Turats:
Al-Baqillani dan Penyimpangan Aliran-aliran dalam Islam
(Studi Analitis terhadap al-Insaf fi ma yajibuI'tiqaduhu wa la yajuzu l-jahlu bihi)

SINOPSIS >>

Dalam sejarah perkembangan pemikiran Islam, banyak bermunculan aliran-aliran dan ragam pemikiran yang menyimpang. Sebagai contoh, dalam kitab Maqalatal-Islamiyyin, Imam al-Asy'ari menjelaskan aliran-aliran yang menyempal dari Islam, seperti Syi'ah yang terpecah hingga 39 sekte, Zaidiyah 6 sekte, Khawarij 35 sekte, Murji'ah 12 sekte, kemudian Mu'tazilah, Jahamiyah dsb. Selanjutnya di bagian kedua, beliau membahas pemikiran aliran-aliran dalam akidah, filsafat, politik dan fikih. Seperti perdebatan dalam masalah pergerakan bumi yang mencakup 4 pendapat, kesejatian dan hakekat manusia 4 pendapat, makna gerak dan diam, tentang indera, apakah suara itu kekal, hakekat tempat, dsb. Berkat kegigihan para ulama dan pengabdian mereka yang tulus, banyak aliran-aliran tersebut yang berguguran dan kehilangan pengikut, atau paling tidak menjadi aliran yang minoritas dalam tubuh Islam pada saat ini. Kegigihan para ulama dalam membina umat dengan menghidupkan tradisi ilmu-ilmu keagamaan, membongkar kesesatan sebuah aliran, baik dengan pena maupun debat terbuka, akhirnya dapat membersihkan parasit-parasit dalam akidah.

Di antara sekiran banyak ulama yang berkhidmat demi kepentingan agama dan umat itu adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Tayyib ibn Muhammad ibn Ja’far ibn al-Qasim al-Baqillani (w. 403H/1013M); seorang imam dan hakim terkenal kelahiran Basra dan menetap di Baghdad. Al-Baqillani dikenal sebagai seorang ulama bermadzhab Maliki dan cendekiawan yang ulung. Karyanya banyak membahas aliran-aliran sesat yang berkembang di masanya, seperti Rafidhah, Mu'tazilah, Khawarij, Jahamiyah dan Karamiyah. Di masjid Basra, beliau membina halaqah kajian yang dijubeli para pecinta ilmu. Sebagai ulama yang produktif, setiap harinya, beliau menulis 35 lembar dari buku yang hendak dikarangnya. Tidak mengherankan jika di saat wafatnya, Sheikh Abul-Fadhl al-Tamimi (w. 410H), ulama terkemuka dan pemimpin mazhab Hanbali kala itu, berseru di samping jenazahnya: "Orang ini adalah pembela al-Sunnah dan agama, serta pejuang shari'ah. Orang inilah yang menulis 70.000 lembar buku sepanjang hidupnya". Ibn Taimiyyah mengatakan bahwa beliau adalah mutakallim (theologian) yang paling utama dalam aliran al-Asha’irah. Ibn ‘Asakir berkata: "Sesungguhnya Sheikh Abu al-Qasm ibn Burhan al-Nahwi berkata: Barang siapa pernah menghadiri halaqah perdebatan al-Qadhi Abu Bakr, maka dia tidak akan pernah merasakan lagi indahnya perkataan seorang pun setelahnya, baik dari ulama kalam, ulama fiqh, orator, penyair maupun penyayi sekalipun, dikarenakan tutur bahasanya dan kefasihannya yang menakjubkan dan sistematis."

Di antara hasil pemikiran beliau yang paling utama adalah peletakan premis-premis rasional untuk membangun argumentasi temporalnya alam dan sifat-sifat wajib Allah, kemudian premis-premis ini dikembangkannya hingga menjadi teori khas dan dikenal sebagai metode kalam para mutakallim klasik. Teori tersebut disebut mabda' al-ta’akus bayna l-dalil wal-madlul (an inversion between thing and meaning). Al-Baqillani meninggalkan sekitar 52 karya, diantaranya adalah al-Insaf fi ma yajibu I'tiqaduhu wala yajuzu l-jahlu bihi. Menilik dari judulnya, buku tersebut ditujukan untuk masyarakat awam dan bersifat populer, yang menjelaskan tentang apa yang wajib diyakini oleh umat dan tidak boleh untuk tidak diketahui (diabaikan). Tema-tema yang dibahas sangat mendasar; seperti:

Muqaddimah
Wujub al-nazhar (kewajiban berfikir/menalar)
Alam itu fana
Keesaan Pencipta
Sifat Hayat
Sifat Qudrah
Sifat Ilmu
Sifat Iradah
Sifat Sam'un
Sifat Kalam
Sifat Baqa'
Semua yang fana adalah makhluk
Perbedaan antara Iradah dan Masyi'ah
Kasbul 'Ibad (usaha manusia)
Arzaqul 'Ibad (rizki manusia)
Islam dan Iman
Khairul Ummah
Syuruthul imamah (syarat pemimpin)
Kalamullah (Firman Allah)
Ru'yatullah (melihat Allah)

Apa sesungguhnya usaha al-Baqillani yang dikembangkanuntuk masyarakat umum dalam kajian akidah di masanya?
Bagaimana metode yang digunakan?
Adakah perbedaan masyarakat awam di masa al-Baqillani dan sekarang?
Bagaimanakah perkembangan pembahasan akidah setelah masa al-Baqillani?

Silahkan mengikuti ulasan lebihlanjut dalam diskusi sabtuan INSISTS:

Pemakalah: Henri Shalahuddin, MA (Peneliti INSISTS)
Waktu: Sabtu, 12 Januari 2008 – Jam: 10:00 S/D 12:00 WIB
Tempat: INSISTS – Institute for The Study of Islamic Thoughtand CivilizationJl. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta Selatan
Tlp. 021-7940381 SMS Centre: 08111102549
Peserta Terbatas Untuk Maksimal 40 orang.

Tidak ada komentar: