Apa Gunanya Tasawuf?
assalaamu’alaikum wr. wb.
Ya, apa gunanya tasawuf? Jangan marah dulu ya, karena pertanyaan ini sangat esensial bagi seorang Muslim dan harus diajukan sebelum mengambil sikap terhadap segala hal. Sebelum coba-coba merokok, harus tahu dulu gunanya merokok. Sebelum membeli mobil, harus berhitung dulu soal manfaat dan mudharatnya. Kalau memang tak ada gunanya, maka tak perlu ada pembahasan lagi. Sesuatu yang tak berguna sebaiknya ditinggalkan saja.Karena itu, bagi yang merasa penasaran atau mulai tertarik mendalami tasawuf, sebaiknya tahu dulu baik-buruknya, menimbang plus-minusnya, dan mempelajari seluk-beluknya secara sungguh-sungguh. Begitulah tuntunan Islam. Bahkan calon muallaf pun tak perlu disuruh cepat-cepat memeluk agama Islam kalau memang belum paham benar tentang Islam dan pernak-perniknya. Karena itu, melangkah dengan nol persiapan ke dalam dunia tasawuf adalah sebuah kebodohan yang amat nyata.
Apa gunanya tasawuf? Atau, kalau mau pertanyaannya ‘dipermudah’ lagi, bolehlah kita modifikasi menjadi: Mau apa ikut tasawuf?
Yang perlu disadari adalah perbedaan definisi yang amat tajam mengenai istilah “tasawuf” itu sendiri. Orang-orang yang mengaku menjalankan ajaran tasawuf memiliki perangai yang sangat berbeda, bahkan ada yang berkebalikan seratus delapan puluh derajat. Ada yang tinggal di gubuk sederhana di puncak bukit terpencil, tapi ada juga yang sibuk dengan kegiatan sosial-politik, bahkan ada juga yang hobi dugem. Jangan heran. Di dunia yang serba bisnis ini, ternyata masih ada saja yang gratis, yaitu: klaim. Orang tak pernah shalat tak mau diprotes keislamannya, bahkan yang memuja nabi palsu pun merasa berhak mengklaim dirinya Muslim. Nasib tasawuf kurang lebih seperti itu juga. Semua orang merasa berhak menggunakannya.
Buya Hamka adalah salah satu tokoh besar yang pernah menggunakan istilah “tasawuf”. Meski menggunakan label tasawuf, jangan kira beliau hidup menyendiri di tempat yang jauh dari peradaban. Beliau bahkan terjun langsung ke tengah-tengah masyarakat untuk memberikan kontribusinya sebagai seorang ulama. Beliau juga tak takut untuk ‘bersenggolan’ dengan dunia politik, dan karena sikap politiknya, ia dimusuhi Orde Lama dan Orde Baru.
Ada juga yang menggunakan nama “tasawuf” dengan mengucapkan (atau lebih tepatnya meneriakkan) asma-asma Allah sebagai wirid hingga ribuan kali, bahkan puluhan ribu kali. Jika sedang berkumpul, mereka mengenakan sorban semuanya, lengkap dengan gamisnya yang lebar-lebar. Mereka juga punya ritual sendiri yang nampaknya cukup ‘memusingkan’, yaitu tari-tarian yang terdiri dari entah berapa kali putaran (catatan: dalam bahasa Minang dan Melayu pada umumnya, “berpusing” memiliki makna yang sama dengan “berputar”).
Ada aliran tasawuf yang mengirim ‘pesan damai’ kepada setiap umat beragama, sehingga mereka berkesimpulan bahwa surga itu punya banyak pintu, dan masing-masing umat beragama akan masuk surga melalui pintunya masing-masing. Herannya, mereka sama sekali tidak berteori tentang ‘pintu-pintu neraka’ dan kepada siapa pintu-pintu tersebut disiapkan.
Ada yang menyebut dirinya tasawuf dengan mengesampingkan hampir semua ajaran Islam. Shalat tak perlu lagi, karena diri seorang sufi (katanya) sudah menyatu dengan Dzat Allah. Shaum tidak relevan lagi, karena sehari-harinya memang jarang makan. Zakat tak perlu lagi, karena harta tak ada, pekerjaan pun tak punya lantaran sibuk menyepi dengan Tuhan. Naik haji tak perlu lagi, karena sudah bersatu dengan Allah, maka thawaf bisa diganti jalan-jalan keliling rumah sendiri.
Jangan bingung, karena jaman sekarang ini sebagian aliran yang menyebut dirinya tasawuf sudah menjadi agama sendiri. Syariat bisa direvisi asal hapal semua wirid-wirid ajaran sang guru, bisa berpusing tanpa cepat pusing, dan selalu mengingat-ingat wajah sang habib ketika sedang berdoa. Kalau berdoa tanpa ingat wajah habib, itu sama saja dengan buka e-mail tapi lupa password, alias tidak akan ada respon. Zina boleh, asal ada kontraknya. Tidak boleh ada yang klaim surga sendiri, tapi melupakan neraka ya sah-sah saja. Minum-minuman keras, dugem sampai pagi, main cewek, apa pun dosa yang dilakukan sehari-hari, tak masalah. Yang penting saat berkumpul bisa khusyuk 100% (entah bagaimana mengukurnya). Namanya juga makhluk yang sudah bersatu dengan Sang Khaliq. Logikanya beda jauh.
Sekali fenomenal tetaplah fenomenal. Ahmad Dhani adalah fenomena, apa pun yang ia lakukan. Sejak rajin mendalami ajaran tasawuf, ia semakin sering menggunakan istilah-istilah yang ‘religius’. Kadang muncul pula tarian-tarian sufi dalam videoklipnya, bahkan ada juga lagu yang menggunakan istilah ‘munajat’. Di sisi lain, ia juga bertanggung jawab penuh terhadap grup vokal Dewi-Dewi yang gemar pamer aurat dan goyang pinggul, juga artis lama bernama baru, yaitu Mulan Jameela yang tidak lebih baik. Mungkin inilah yang disebut “energi kesalehan dan energi kemaksiatan” yang menurut Ulil Abshar Abdalla hanya bisa tumbuh dalam lingkungan sekuler.
Kembali pada pertanyaan semula: apa gunanya tasawuf? Segala keputusan Anda (yang mau melangkah ke dalam ‘dunia tasawuf’) haruslah bergantung pada jawaban atas pertanyaan ini. Kalau hanya ingin menolak syariat, tak mesti ikut tasawuf. Kalau hanya ingin cari pembenaran untuk dugem, tasawuf bukan satu-satunya jalan. Kalau ingin merasa hati tentram dengan amal yang sangat minim (dengan kata lain: menipu diri sebelum malaikat maut menjemput), masih banyak jalan lain.
Jadi, untuk apa ikut tasawuf? Semua itu tergantung definisi mana yang ingin Anda gunakan. Tasawuf ala Buya Hamka yang ‘biasa-biasa saja’, tasawuf yang hobi wirid dan menari-nari, tasawuf yang menebar klaim tentang surga dan neraka, tasawuf yang anti-syariat, atau tasawuf yang membuat Anda merasa serba boleh?
wassalaamu’alaikum wr. wb.
[Sepengetahuan penulis di http://multiply.com/mail/message/akmal:journal:642]
Selasa, 08 Januari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
Jadi apa artinya tasawuf? Apakah penulis sudah mempelajari tasawuf? Jika sudah, apakah guna tasawuf bagi penulis? Samakah tasawuf dengan makrifat? Saya harap hal-hal ini dapat terungkap dalam tulisan anda.
Dear Bu Roos,
Silakan ibu coba komentar langsung di situs/blog penulis, sdr Akmal, spt tertera di akhir posting.
Saya sendiri sudah cukup tahu tentang Tasawuf (Sufism, dalam bahasa Inggris) terutama membedakan mana yang sesuai syariah dan mana yang menyimpang alias sesat, keluar Islam.
Saya bukan praktisi tasawuf dalam konteks yang umum dikenal orang sekarang, yang dikenal juga dengan istilah TEREKAT (dari kata bahasa Arab 'thariqah', 'jalan' mirip dengan makna 'syariat' yang juga berarti jalan). Tapi ini bukan berarti saya tidak tahu apapun, tapi justru saya tahu dari para mantan praktisi dan juga praktisi tarekat/tasawuf, termasuk guru-guru saya di tempat saya menimba ilmu.
Sebagai 'orang baru' di dunia tasawuf, terutama di tarekat Naqshbandi pimpinan Haqqani, saya doakan agar ibu bisa menemukan IHSAN, selain juga kedalaman Islam dan Iman.
Yang saya bisa ulang ingatkan adalah bahwa hampir semua ritual dalam tarekat pada umumnya tidak ada contohnya dari Rasulullah ...
Yang terbaik dari Allah ...!
Amin
Posting Komentar